Istilah
Psikologi Humanistik diperkenalkan oleh sekelompok ahli psikologi yang pada
awal tahun 1960-an bekerja sama di bawah kepemimpinan Abraham Maslow dalam
mencari alternatif dari dua teori yang sangat berpengaruh atas pemikiran
intelektual dalam psikologi. Kedua teori yang dimaksud adalah psikoanalisis dan
behaviorisme. Maslow menyebut psikologi humanistik sebagai “kekuatan ketiga” .
Meskipun
tokoh-tokoh psikologi humanistik
memiliki pandangan yang berbeda-beda, tetapi mereka berpijak pada konsepsi
fundamental yang sama mengenai manusia, yang berakar pada salah satu aliran
filsafat modern, yaitu eksistensialisme. Eksistensialisme adalah hal yang
mengada-dalam dunia (being-in-the-world) dan menyadari penuh akan keberadaannya
(Koeswara, 1986 : 113).
Eksistensialisme menolak paham yang menempatkan manusia
semata-mata sebagai hasil bawaan ataupun lingkungan. Sebaliknya, para filsuf
eksistensialis percaya bahwa setiap individu memiliki kebebasan untuk memilih
tindakan, menentukan sendiri nasib atau wujud dari keberadaannya, serta
bertanggung jawab atas pilihan dan keberadaannya, dalam hal ini “pilihan”
menjadi evaluasi tertinggi dari tindakan yang akan diambil oleh seseorang.
Konsep Terapi
Konsep
utama psikologi eksistensial humanistik mengenai pandangan tentang mausia
adalah psikologi eksistensial humanistik berfokus pada kondisi manusia.
Pendekatan ini terutama adalah suatu sikap yang menekankan pada pemahaman atas
manusia alih-alih suatu sistem teknik-teknik yang digunakan untuk mempengaruhi
klien. Konsep-konsep utama dari
pendekatan eksisitensial yang membentuk landasan bagi praktek terapeutik yaitu:
1. Kesadaran Diri
Manusia memiliki kesanggupan untuk
menyadari dirinya sendiri, suatu
kesanggupan yang uni dan nyata yang memungkinkan manusia mampu berpikir dan
memututuskan. Semakinkuat kesadaran diri itu pada seseorang maka akan semakin
besar pula kebebasan yang ada pada orang itu.
2. Kebebasan, Tanggung Jawab, Kecemasan
kecemasan eksistensial diakibatkan oleh
kesadaran atas keterbatasannya dan atas kemungkinan yang tak terhindarkan untuk
mati. Kesadaran atas kematian memiliki arti penting bagi kehidupan individu
sekarang, sebab kesadaran tersebut menghadapkan individu pada kenyataan bahwa
dia memiliki waktu yang terbatas untuk mengaktualkan potensi-potensinya.
3.
Penciptaan makna
Manusia
itu unik, dalam arti bahwa dia berusaha untuk menemukan tujuan hidup dan menciptakan
nilai-nilai yang akan memberikan makna
bagi kehidupan. Pada hakikatnya ‘kes’. Menjadi manusia juga berarti
menghadapi kesendirian. Manusia lahir ke dunia sendiri dan mati sendiri
pulaendirian” manusia memiliki kebutuhan untuk berhubungan dengan sesamanya
dalam suatu cara yang bermakna, sebab manusia adalah makhluk rasional.
Unsur - unsur terapi
Terapis
dalam terapi humanistik eksistensial mempunyai tugas utama, yaitu berusaha
untuk memahami klien sebagai sesuatu yang ada di dalam dunia ini. Dimana
tekhnik yang digunakannya itu selalui mendahului suatu pemahaman yang mendalam
terhadap kliennya. Prosedur yang digunakan bisa bervariasi, tidak hanya dari
klien yang satu ke klien yang lainnya, tetapi juga dari satu ke lain fase
terapi yang dijalani oleh klien yang sama.
Proses
klien mencapai kesembuhan dalam terapi humanistik-eksistensial
Dalam
terapi eksistensial, klien mampu mengalami secara subjektif persepsi-persepsi
tentang dunianya. Dia harus aktif dalam proses terapeutik, karena dia harus
memutuskan ketakutan-ketakutannya, perasaan-perasaan berdosa, dan kecemasan-kecemasannya.
Dalam terapi ini klien terlibat dalam pembukaan pintu menuju diri sendiri,
dengan membuka pintu yang tertutup, klien mulai melonggarkan belenggu
deterministik yang telah menyebabkan dia terpenjara secara psikologis. Lambat
laun klien menjadi sadar, apa dia tadinya dan siapa dia sekarang, serta klien
lebih mampu menetapkan masa depan macam apa yang diinginkannya. Melalui proses
terapi ini klien bisa mengeksplorasi alternatif-alternatif guna membuat
pandangan-pandangannya menjadi real.
Teknik terapi
Yaitu teknik dengan pendekatan fenomenologi kepribadian yang membantu individu menyadari diri sesungguhnya dan memecahkan masalah mereka dengan intervensi ahli terapi yang minimal. Gangguan psikologis yang diduga timbul jika proses pertumbuhan potensi dan aktualisasi diri terhalang oleh situasi atau oleh orang lain. Carl Rogers, yang mengembangkan psikoterapi yang berpusat pada klien(client-centered-therapy), percaya bahwa karakteristik ahli terapi yang penting untuk kemajuan dan eksplorasi-diri klien adalah empati, kehangatan, dan ketulusan.
Teori-teori humanistik dikembangkan lebih berdasarkan
pada metode penelitian kualitatif yang menitik-beratkan pada pengalaman hidup
manusia secara nyata (Aanstoos, Serlin & Greening, 2000). Kalangan
humanistik beranggapan bahwa usaha mengkaji tentang mental dan perilaku manusia
secara ilmiah melalui metode kuantitatif sebagai sesuatu yang salah kaprah.
Tentunya hal ini merupakan kritikan terhadap kalangan kognitivisme yang
mengaplikasikan metode ilmiah pendekatan kuantitatif dalam usaha mempelajari
tentang psikologi. Sebaliknya, psikologi humanistik pun mendapat kritikan bahwa
teori-teorinya tidak mungkin dapat memfalsifikasi dan kurang memiliki kekuatan
prediktif sehingga dianggap bukan sebagai suatu ilmu (Popper, 1969, Chalmers,
1999).
Hasil pemikiran dari psikologi humanistik banyak
dimanfaatkan untuk kepentingan konseling dan terapi, salah satunya yang sangat
populer adalah dari Carl Rogers dengan client-centered therapy,
yang memfokuskan pada kapasitas klien untuk dapat mengarahkan diri dan memahami
perkembangan dirinya, serta menekankan pentingnya sikap tulus, saling
menghargai dan tanpa prasangka dalam membantu individu mengatasi
masalah-masalah kehidupannya. Rogers menyakini bahwa klien sebenarnya memiliki
jawaban atas permasalahan yang dihadapinya dan tugas konselor hanya membimbing
klien menemukan jawaban yang benar.
Menurut Rogers, teknik-teknik asesmen dan pendapat para
konselor bukanlah hal yang penting dalam melakukan treatment atau pemberian
bantuan kepada klien. Selain memberikan sumbangannya terhadap konseling dan
terapi, psikologi humanistik juga memberikan sumbangannya bagi pendidikan
alternatif yang dikenal dengan sebutan pendidikan humanistik (humanistic
education). Pendidikan humanistik berusaha mengembangkan individu secara
keseluruhan melalui pembelajaran nyata. Pengembangan aspek emosional, sosial,
mental, dan keterampilan dalam berkarier menjadi fokus dalam model pendidikan
humanistik.
- Corey, G. (2009). Teori dan Praktek Konseling & Psikoterapi. Bandung: PT. Refika Aditama.
- Corey, G. (1995). Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi. Semarang : PT IKIP Semarang Press
- Semiun,Yustinus. (2006). Kesehatan mental 3. Yogyakarta : Kanisius
Tidak ada komentar:
Posting Komentar