Mengembangkan Kreativitas Anak Melalui Pembelajaran Berbasis Masalah
Disusun Oleh :
Nama : Fauzia Ade PrawitaNpm : 12512829
Kelas : 1PA09
PSIKOLOGI - UNIVERSITAS GUNADARMA
Kreativitas merupakan suatu bidang yang sangat
menarik untuk dikaji namun cukup rumit sehingga
menimbulkan berbagai
perbedaan pandangan. Menurut
Supriadi (2001) kreativitas
didefinisikan secara
berbeda-beda tergantung
pada bagaimana orang mendefinisikannya. Tidak ada satu definisipun yang dianggap dapat
mewakili pemahaman yang beragam tentang kreativitas atau tidak ada satu definisipun yang dapat diterima secara universal. Hal ini disebabkan oleh dua alasan. Pertama kreativitas merupakan ranah psikologis
yang kompleks dan multidimensional yang mengundang berbagai
tafsiran yang beragam Kedua, definisi-definisi
kreativitas memberikan tekanan
yang berbeda-beda,
tergantung pada dasar teori
yang
menjadi
acuan pembuatan definisi
kreativitas tersebut.
Walaupun demikian akan dipaparkan beberapa definisi kreativitas yang
dikemukakan oleh para ahli.
Supriadi (2001) memaparkan bahwa kreativitas merupakan kemampuan
seseorang untuk melahirkan
sesuatu yang baru, baik berupa gagasan
maupun karya nyata, yang relatif berbeda dengan apa
yang telah ada
sebelumnya. Sementara itu, Munandar (1999) mengemukakan bahwa kreativitas
adalah kemampuan untuk membuat kombinasi baru, berdasarkan data, informasi, atau unsur-unsur yang sudah ada
atau sudah dikenal sebelumnya, yaitu semua pengalaman dan pengetahuan yang telah diperoleh seseorang selama hidupnya baik
itu di lingkungan
sekolah, keluarga, maupun dari lingkungan masyarakat. Selain itu, menurut
pandangan ahli psikologis Horrace et
al (Sumarno, 2003) dikatakan bahwa kreativitas adalah kemampuan seseorang untuk menemukan cara-cara baru bagi pemecahan problema-problema, baik
yang berkenaan dengan
ilmu pengetahuan, seni sastra atau seni lainnya, yang mengandung suatu hasil atau pendekatan yang sama sekali baru bagi yang bersangkutan, meskipun bagi orang lain
merupakan suatu hal yang tidak asing lagi.
Dari beberapa pendapat yang telah dipaparkan
tersebut, dapat disimpulkan bahwa pada intinya kreativitas merupakan kemampuan seseorang untuk menciptakan sesuatu
yang baru dan merupakan hasil
kombinasi dari beberapa data atau informasi yang diperoleh sebelumnya,
terwujud dalam suatu gagasan
atau karya nyata.
Ciri-ciri kreativitas
dapat dibedakan menjadi dua yaitu ciri kognitif (aptitude) dan ciri non-kognitif (non-
aptitude). Ciri kognitif dari kreativitas
terdiri dari orisinalitas,
fleksibilitas, kelancaran dan elaboratif. Sedangkan
ciri non-kognitif dari kreativitas meliputi motivasi,
kepribadian, dan sikap
kreatif. Kreativitas baik itu yang
meliputi ciri kognitif maupun ciri
non kognitif merupakan salah satu potensi yang penting untuk dipupuk dan
dikembangkan. Pentingnya pengembangan kreativitas ini memiliki empat
alasan, yaitu:
1. Dengan berkreasi, orang dapat mewujudkan
dirinya, perwujudan diri tersebut termasuk salah satu kebutuhan pokok dalam hidup manusia. Menurut Maslow (Munandar, 1999)
kreativitas juga merupakan manifestasi dari seseorang
yang berfungsi sepenuhnya
dalam perwujudan dirinya.
2. Kreativitas sebagai
kemampuan untuk melihat kemungkinan-kemungkinan untuk menyelesaikan suatu masalah, merupakan bentuk pemikiran yang sampai saat ini masih kurang mendapat perhatian dalam pendidikan formal. Siswa lebih dituntut
untuk berpikir linier,
logis, penalaran, ingatan atau pengetahuan yang menuntut jawaban paling
tepat terhadap permasalahan
yang diberikan. Kreativitas yang menuntut sikap kreatif dari individu itu sendiri perlu dipupuk untuk melatih
anak berpikir luwes
(flexibility), lancar (fluency), asli (originality), menguraikan (elaboration) dan dirumuskan
kembali (redefinition) yang
merupakan ciri berpikir kreatif yang dikemukakan oleh
Guilford (Supriadi, 2001).
3.
Bersibuk diri
secara kreatif tidak hanya bermanfaat, tetapi juga memberikan
kepuasan kepada individu.
4.
Kreativitaslah yang memungkinkan
manusia
meningkatkan kualitas hidupnya.
Mengingat pentingnya kreativitas siswa tersebut, maka di sekolah perlu disusun suatu strategi
Pembelajaran yang dapat mengembangkan
kreativitas. Strategi tersebut
diantaranya meliputi pemilihan
pendekatan, metode atau model pembelajaran. Salah satu pembelajaran yang saat ini sedang berkembang ialah pembelajaran berbasis masalah.
Pembelajaran berbasis masalah merupakan suatu pembelajaran
yang menuntut aktivitas mental siswa untuk memahami suatu konsep pembelajaran melalui situasi dan masalah yang disajikan pada awal pembelajaran. Masalah yang disajikan pada
siswa merupakan masalah kehidupan sehari-hari (kontekstual). Pembelajaran berbasis
masalah ini dirancang
dengan tujuan untuk membantu siswa
mengembangkan kemampuan berpikir
dan mengembangkan kemampuan dalam
memecahkan masalah, belajar berbagai peran orang dewasa melalui keterlibatan mereka dalam pengalaman-pengalaman nyata. Pada pembelajaran berbasis masalah siswa dituntut untuk melakukan pemecahan masalah-masalah yang disajikan dengan cara menggali
informasi sebanyak-banyaknya, kemudian dianalisis
dan dicari solusi dari permasalahan yang ada. Solusi dari permasalahan tersebut tidak mutlak mempunyai satu jawaban yang benar, artinya siswa dituntut pula
untuk belajar secara kreatif. Siswa diharapkan menjadi
individu yang berwawasan luas serta mampu melihat hubungan
pembelajaran dengan aspek-aspek yang ada dilingkungannya.
Dalam ruang lingkup pembelajaran berbasis masalah, siswa berperan sebagai seorang profesional dalam menghadapi permasalahan
yang muncul, meskipun dengan sudut pandang yang tidak jelas dan informasi
yang minimal, siswa tetap dituntut untuk menentukan
solusi terbaik yang mungkin ada. Pembelajaran
berbasis masalah membuat perubahan dalam
proses pembelajaran
khususnya
dalam segi peranan guru. Guru
tidak hanya berdiri di depan kelas
dan berperan sebagai pemandu siswa dalam menyelesaikan
permasalahan
dengan memberikan langkah-langkah penyelesaian yang
sudah jadi melainkan
guru berkeliling kelas memfasilitasi diskusi, memberikan pertanyaan, dan membantu siswa untuk menjadi
lebih sadar akan
proses pembelajaran.
Menurut Departemen
Pendidikan Nasional, ciri
utama pembelajaran berbasis
masalah meliputi mengorientasikan
siswa kepada masalah atau pertanyaan yang autentik. multidisiplin, menuntut kerjasama dalam
penyelidikan, dan menghasilkan karya. Dalam pembelajaran berbasis masalah situasi atau masalah menjadi titik tolak pembelajaran
untuk memahami konsep, prinsip dan mengembangkan
keterampilan memecahkan masalah.
Pierce dan Jones mengemukakan bahwa kejadian-kejadian yang
harus muncul pada waktu
pelaksanaan pembelajaran
berbasis masalah adalah sebagai berikut:
a. Keterlibatan (engagement) meliputi
mempersiapkan siswa untuk berperan sebagai pemecah masalah
yang bisa bekerja sama dengan pihak lain, menghadapkan siswa pada situasi yang mendorong untuk
mempu menemukan masalah dan meneliti permasalahan sambil mengajukkan dugaan dan rencana penyelesaian.
b. Inkuiri
dan
investigasi (inquiry dan investigation) yang mencakup kegiatan mengeksplorasi dan
mendistribuskan informasi.
c. Performansi
(performnace) yaitu menyajikan temuan.
d. Tanya jawab (debriefing) yaitu menguji keakuratan dari solusi dan melakukan refleksi terhadap proses
pemecahan masalah.
Pembelajaran berbasis masalah membuat siswa menjadi pembelajar yang mandiri, artinya ketika siswa belajar, maka
siswa dapat memilih strategi belajar yang sesuai, terampil menggunakan strategi tersebut
untuk belajar dan mampu mengontrol proses belajarnya, serta termotivasi untuk menyelesaikan belajarnya
itu (Depdiknas, 2003). Dalam
pembelajaran berbasis masalah siswa memahami konsep suatu materi dimulai dari
belajar dan bekerja pada
situasi masalah (tidak terdefinisi
dengan baik) atau open ended
yang disajikan pada awal
pembelajaran, sehingga siswa diberi
kebebasan berpikir dalam mencari
solusi dari situasi masalah yang
diberikan.
Menurut Ismail pembelajaran
berbasis masalah
biasanya terdiri dari lima tahapan utama, yaitu:
a. Orientasi siswa pada masalah dengan cara guru menjelaskan tujuan pembelajaran, menjelaskan logistik
yang dibutuhkan, memotivasi siswa terlibat
dalam aktivitas pemecahan
masalah.
b. Mengorganisasikan siswa untuk belajar dengan cara guru membantu
siswa dalam mendefinisikan dan mengorganisasikan
tugas belajar yang berhubungan dengan
masalah tersebut.
c. Membimbing
penyelidikan individual dan
kelompok dengan
cara guru mendorong
siswa untuk
mengumpulkan informasi yang sesuai, melaksanakan eksperimen
untuk mendapatkan
penjelasan dan pemecahan masalah.
d. Mengembangkan
dan menyajikan hasil karya dengan
cara guru membantu siswa dalam merencanakan dan
menyiapkan karya yang sesuai
seperti laporan.
e. Manganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah dengan cara guru membantu siswa untuk
melakukan refleksi atau evaluasi
terhadap penyelidikan siswa dan proses yang digunakan.
Pada intinya
pembelajaran berbasis masalah merupakan suatu pembelajaran yang menggunakan
masalah dunia nyata disajikan di awal pembelajaran. Kemudian masalah tersebut diselidiki untuk diketahui solusi dari pemecahan masalah tersebut. Menurut
Torrance (1976) model pembelajaran
yang berorientasi
pada pemecahan masalah
seperti pada pembelajaran
berbasis masalah merupakan suatu
pembelajaran yang efektif untuk
meningkatkan potensi yang dimiliki oleh siswa, salah satunya adalah kreativitas siswa. Situasi
masalah yang disajikan
dalam pembelajaran tersebut
merupakan suatu
stimulus yang dapat
mendorong
potensi kreativitas dari siswa terutama
dalam hal pemecahan masalah yang
dimunculkan. Kreativitas yang dapat dikembangkan dalam pembelajaran berbasis masalah
ini bukan hanya aspek kognitifnya saja (kemampuan berfikir kreatif) tetapi juga diharapkan melalui pembelajaran berbasis masalah tersebut dapat mengembangkan
aspek non-kognitif dari kreatifitas yakni kepribadian kreatif
dan sikap kreatif siswa.
Daftar Pustaka
Depdiknas. (2003).
Pengajaran Berdasarkan
Masalah. Jakarta:
Departemen Pendidikan Nasional.
Munandar, S.C.U. (1999). Mengembangkan Bakat
dan
Kreativitas
Anak
Sekolah.
Jakarta:
PT
Gramedia Widiasarana
Indonesia.
Ratnaningsih, N. (2003). Pengembangan Kemampuan Berfikir Matematik Siswa
SMU Melalui Pembelajaran Berbasis Masalah. Tesis Program
Pasca Sarjana UPI: Tidak diterbitkan.
Ruindungan, M.G. (1996). Model Bimbingan Peningkatan Kreativitas Siswa Sekolah Menengah Umum. Disertasi Program Pasca Sarjana IKIP Bandung: Tidak diterbitkan.
Sumarno,
U.
(2003). Efektifitas Modifikasi Model
Kegiatan
Praktikum
Dari
Wheater & Dunleavy Dalam Pembelajaran
Ekologi Hewan. Tesis PPS
UPI: Tidak diterbitkan.
Supriadi,
D. (2001). Kreativitas, Kebudayaan,
dan Perkembangan Iptek. Bandung: ALFABETA
Torrance,
E.P & Khatena,
J.
(1976).
Khatena-Torrance Creative Perception Inventory.
Chicago: Stoelting Company